Post Terbaru

Mengenal IELTS [1]


Ada percakapan menarik yang terjadi antara saya dan kompatriot ex-Mr. Bob di kamar kos saya.

*note: semuanya sudah ditrenslet dari basa sunda*

Gw             : "Bang, mau ambil dimana lagi sekarang?"
Bang Ir    : "Ambil di Elfast, mau belajar TOEFL. Kalo lu ambil dimana di?"
Gw             : "di Elfast oge."
Bang Ir    : "Mau ambil apa?"
Gw             : "IELTS bang."
Bang Ir    : "Kenapa ambil IELTS?"
Gw             : "Penasaran aja, soalnya di Bandung gak pernah dengar bang."
Bang Ir    : "Lu ambil TOEFL dulu di, baru ke IELTS."
Gw             : "?????"

Emang IELTS apaan? Kenapa harus ambil program TOEFL dulu baru lanjut IELTS? Itulah pertanyaan yang keluar dari benak saya setelah percakapan itu. Maka dari itu saya mau share sedikit banyak tentang makhluk asing bernama IELTS.

Keesokan harinya, saat mendaftar program saya berusaha mencari tahu jawabannya langsung. Karena daftarnya mepet H-1 kursus, sengaja saya berangkat pagi-pagi bingit dengan harapan masih ada slot kosong untuk kelas IELTS. Untuk mengakali kursi program IELTS penuh, semalam sebelumnya sudah saya persiapkan catatan nama-nama kursusan spesialis TOEFL dan IELTS cadangan.

(diurutkan berdasarkan kedekatan lokasi dari opsi nomor 1)
  1. Elfast
  2. Oxford
  3. Global English
  4. T-est
 Singkat cerita semua kelas TOEFL dan IELTS udah full. Bitch please, udah ngebut-ngebut kesana kemari (naik sepedah!) tapi hasilnya gak dapet apa-apa. Malah nyoba ambil kelas Speaking 4-nya Daffodils eh ternyata penuh juga. Fuhh! Satu-satunya yang saya dapat adalah pencerahan apa itu IELTS dari berbagai kursus spesialis sebagai berikut:

IELTS-ku, IELTS-mu, IELTS Kita Semua

Kakanya, ielts itu apa sih?
 International English Language Testing System atau IELTS adalah satu dari dua test bahasa inggris terbesar di dunia, lainnya TOEFL. Jadi bisa dibilang mereka ini saudaraan. Tepatnya saudara tetangga kakak bapak cucu suami tante sepupunya TOEFL. IELTS diterima hampir di semua institusi pendidikan Australia, Inggris, Canada, Irlandia, Selandia Baru, Afrika Selatan dan 124 negara lainnya.

Instansi yang ngadain toefl kan educational testing service dari USA, kalo ielst apa ya? 
 British Council, Cambridge, IDP.
Testnya mirip toefl gak sih?
Beda dong, namanya aja udah beda. Selain itu testnya dibagi 2 jenis:
a. General Training test buat yang mau kerja/tinggal di luar negeri.
b. Academic test buat yang berorientasi belajar/pendidikan di luar negeri.

Ingat jangan sampai salah ambil ya! Mengingat tujuan dari testnya, academic test satu tingkat lebih sulit daripada general training test

Contohnya, di setiap reading section academic test kamu bakal dapet 3 artikel ilmiah/academis dengan kesulitan tingkat dewa Neptunus. Sedangkan kalau kamu ambil general test kamu cuma berhadapan dengan brosur elektronika terbaru, jadwal libur dan pricelist service. Kebayang kan kalo lu belajar general test tiba-tiba disodorin soal academic test? Maka dari itu jangan salah pilih saat daftar nanti.

Apa aja sih kakanya format soal IELTS?
Ada empat, semuanya harus diselesaikan dalam waktu tiga jam:
a. Listening   (40 soal, 60 menit) *CMIIW
b. Reading    (40 soal, 60 menit)
c. Writing    (2 soal: satu membuat surat (general) atau membaca chart (academic) , lainnya membuat essay, 60 menit) *CMIIW
d. Speaking (dalam artian layaknya suatu wawancara/bukan public speaking)
Penilaiannya kayak gimana sih kakanya? Score minimal dan maksimal berapa ya?
Di IELTS penilaian dikenal dengan sebutan bandscore, dari 1 sampai 9. Semua standar tergantung dari institusi yang berkepentingan. Oxford University memberikan standar bandscore 7.0 untuk siswa asing yang pengen mengenyam pendidikannya, sedangkan di universitas Belanda hanya butuh bandscore 5.5-6.5.

berapa nilai ielts kakanya, kepo dong plizz?
Sekitar 8.5.

kakanya kok bisa ganteng, ada pin bbm gak?
udah ah selesai nulisnya. *kemudian menghilang*

 Kurang lebih seperti itulah penjelasan yang saya tangkap mengenai IELTS. Untuk pernyataan Bang Irvan kenapa nyaranin ambil program TOEFL dulu sebelum IELTS, saya rasa karena  IELTS sudah tentang pemahaman terhadap bahasa inggris yang dipraktikkan. Dengan kata lain grammar dan word structure dianggap sudah mumpuni/gak dites lagi. Berbeda dengan TOEFL yang cenderung fokus pada grammar dan word structure dulu. Intinya beliau mau bilang jangan ambil IELTS kalau belum punya dasar grammar dan word structure yang mumpuni.

Hal ini juga yang menjelaskan kasus salah satu teman saya yang sudah 6 bulan di Kampung Inggris (iya, lu gak salah baca. 6 bulan bray!). Dia sudah mencapai score TOEFL 600 (edan!) di  Elfast. Tapi di kelas IELTS kewalahan saat ngerjain soal. Untuk soal listening dan reading benar setengahnya saja gak sampai, yang lebih parah lagi pas soal writing, mulai nulis pun gak bisa alias blank! (akhirnya gak dikerjain sama sekali). Menilik kasus ini, adalah hal yang lumrah kalau timbul stereotype di Pare bahwa IELTS lebih susah daripada TOEFL.

Munculnya Secercah Harapan
Sebelum menutup artikel ini, saya mau lanjut cerita lagi boleh yak ^^b. Setelah gagal dapet kelas saya mencuba menenangkan diri (tepatnya meratapi nasib hehe) di warung Bubur Eropa. Buat yang belum tahu Burop ini salah satu tempat nongkrong terkece badai di Kampung Inggris yang terkenal akan kuliner yang didatangkan langsung dari eropa: bubur eropa *fokus hadi fokus, lu harusnya cerita tentang ielts*. Okeh, disana saya pesan satu es teh manis sebagai teman merenung.

Entah udah berapa lama, akhirnya saya sadar juga meratapi nasib gak akan berbuah apa-apa (sumpah endingnya geje pisan). Ujung2nya bergegas demi nyari kursus lagi untuk kedua kalinya, dan... sukses! I got a spot in Global English IELTS class! 

Bersambung ke tautan ini
Read more ...

"Do You Remember Your Dream, Sir?"

waiting for a jetplane train

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Aloha. Saya emang masih jauh dari hebat buat nulis bahasa inggris, tapi 12 tahun belajar inggris tanpa sekalipun bikin karangan rasanya ada yang kurang. Maka jadilah artikel ini *tepuk tangan*. Isinya lebih tentang keajegan hati penulis sih. haha. oke sekian terima kasih.


*****

"Do You Remember Your Dream, Sir?"

I am waiting a train in a station. The station is very quiet, almost nobody else in there when suddenly someone shouted.

"Hey sir!"

My head turns to the voice. It was a boy. But I don't know him.

"Me?"

"Yes, you are. Nobody else is in the room, duh."

Somehow I want to hit this boy. How comes he show no politeness to the older ones like me. Oh shit, he come closer. I think he must be a beggar or maybe a thief trying to take my attention while another ones take my wallet. I have to be cautious.

"Woah, you are very big and tall. Must be a basketball player huh? I wonder if I can be as high as you."

Here he goes. The boy is standing in front of me. He got a small eyes, black pupils, big nose, thick lips and curly hair like sheep fur. He has white skin but a bit pale and very skinny. A little shy. Maybe some kind of home kid. I guess he is not a thief and I can put down my cautious a little.

"You are handsome too. How many girlfriends do you have now? Lemme' know, I'm good at keeping secrets."

He giggling. I show no interest and drawn my novel. Child of All Nations. I give him a hand sign to go away.

"I'm just joking. Don't take it personally. I tried to be a nice person in front of you. But it seems that I'm failed right? Guess I need to learn more."

Instead of go away, he is sitting around the corner. Gosh, what do this kid wants?

"You forget me, don't you?"

I don't even know you in the first place. But I said nothing to him. I hope it will make him go away and stop being a pain in the ass.

"Well.. You do.. It's okay, I know you are too busy now. If I may ask.. Do you remember your dream, sir?"

Dream? LOL. I've been 22 years old now kid. I'm just graduate from a state college, and now I'm planning on find a part-time job, pass TKD test, become a civil servant and spend my whole life time from morning to evening working in my desk everyday. And then when I get old I will retired and spend my time with grandchildrens, tell them stories of my life... Yeah I know, maybe most of my story is boring things about my work. But that's fine. So I take no glimpse to dream at all. My answer is no.

"Wha.. you don't? C'mon, you can't just forget it!"

I don't understand what he is talking.

"You know, I still remember clearly that I wanted to become a drawer. An artist. To draw all the imaginary things in my mind that not even a single devil knew."

The hell with you? I don't want to hear your dream kid! This boy is disturbing so much that I move away from the chair. I can hear the train is coming. Yet he still speaks.

"And i know I would be a great artist! I do have talents. In high school I doodling the whole time. Every table and book that met my sight would be in perish by my doodle. Even more, my skill developed and I created manga at an early age. 10 years old! Imagine! I also created some mangaka club along with my friends. Wasn't that some passions?"

Yeah keep talking like an idiot. Well, you do have talents but why don't you entered ITB or ITENAS rather than tell your dream to someone random. But.. as so you know kid, the art course won't give you much money, or so my mother said to me 4 years ago. Chase your dream, but after that you will be poor. LOL. I keep ignoring this nuisance kid and talk to myself instead.

"Not to mention, another talents that I got is english. I am so proud that no one beat me in english lesson in school, ever. It means I am far beyond my age. Too bad I don't have money to continue my study, my parents are both retired..."

So you want to continue to study at English Literature? Makes me remember about myself. In fact I long for English too, I entered both UPI and UNPAD English Literature. But again kid, the english literature course won't give you much money. Or so my parents said. Moreover you have a financial problem. I suggest you to take a free state college like me. Then again, you will lose your drawing and english skill eventually. In other words, your skill will just a rubbish.

"Well sir, I think I won't take any major on any of those. I will be a burden for my parents...so... I have a plan in one year I will train myself... "

"...to study to Europe..."

I can't hold it that I laughing so hard. This small punk wants to study to Europe? With no money and only drawing and english skills?? Pfft. Keep on dreaming kid. As if dreaming can make a pig flies!! My parents said that this world is cruel! Job is hard to find! Even a cum laude having a hard time looking for a job!! And here you are, sharing your UNLIKELY dream to a random person? Keep your bullshit out of me!!

The train is finally comes. An old train with so many broken windows and rusted iron. It make me feels nostalgic to the first time I ride a train. Acceptance of the state college makes me able to ride this train. My parents were so happy. So I gave them a smile too, even deep down I hate to be entered this college. The train starting to move when I recalled all those struggling times, just so I can get my dream come true. Hey! Come to think of it, I also have dreams 4 years ago... No! Not to become a civil servants! I don't want to become a civil servants like my father! My dream is...  to study to  Euro...wait..wait a minute.

Somehow I recalled the dreams the kid talks. He is not blabbering, he is talking about my own dreams!!! But how could he..? Oh wait..wait... I look back to the chair. He is not there. I take a look around. Yet he can't be found.

 Yes. The boy is myself, 4 years ago.

Since then I always wonder: If I told him what I have become now, would he hate me? I don't know. But, one thing for certain, I have neglected all his dreams, which is the only thing he had to spare.
Read more ...

Satu Pertanyaan Berjuta Jawaban

Jika ada Pertanyaan: Mengapa Ayam Menyebrang Jalan?

Jawaban menurut:

Guru TK: Supaya sampai ke ujung jalan.

FBI: Beri saya lima menit dengan ayam itu, saya akan tahu kenapa.

Aristoteles: Karena merupakan sifat alami dari ayam.

Martin Luther King, Jr.: Saya memimpikan suatu dunia yang membebaskan semua ayam menyeberang jalan tanpa mempertanyakan kenapa.

Freud: Fakta bahwa kalian semua begitu peduli pada alasan ayam itu menunjukkan ketidaknyamanan seksual kalian yang tersembunyi.

George W Bush: Kami tidak peduli kenapa ayam itu menyeberang! Kami cuma ingin tau apakah ayam itu ada di pihak kami atau tidak, apa dia bersama kami atau melawan kami. Tidak ada pihak tengah di sini!

Darwin: Ayam telah melalui periode waktu yang luar biasa, telah melalui seleksi alam dengan cara tertentu dan secara alami tereliminasi dengan menyeberang jalan.

Einstein: Apakah ayam itu menyeberang jalan atau jalan yang bergerak di bawah ayam itu, itu semua tergantung pada sudut pandang kita sendiri.

Nelson Mandela: Tidak akan pernah lagi ayam ditanyai kenapa menyeberang jalan! Dia adalah panutan yang akan saya bela sampai mati!

Thabo Mbeki: Kita harus mencari tahu apakah memang benar ada kolerasi antara ayam dan jalan.

Isaac Newton: Semua ayam di bumi ini kan menyeberang jalan secara tegak lurus dalam garis lurus yang tidak terbatas dalam kecepatan yang seragam, terkecuali jika ayam berhenti karena ada reaksi yang tidak seimbang dari arah berlawanan.

Miyabi: Ooohh… Aahhh… Yeeahh… Mmmhhh…

Programmer Oracle: Tidak semua ayam dapat menyeberang jalan, maka dari itu perlu adanya interface untuk ayam yaitu nyeberangable, ayam-ayam yang ingin atau bisa menyeberang diharuskan untuk mengimplementasikan interface nyebrangable, jadi di sini sudah jelas terlihat bahwa antara ayam dengan jalan sudah loosely coupled.

Sutiyoso: Itu ayam pasti ingin naik busway.

Soeharto: Ayam-ayam mana yang ndak nyebrang, tak gebuk semua! Kalo perlu ya dikebumikan saja.

Habibie: Ayam menyeberang dikarenakan ada daya tarik gravitasi, dimana terjadi percepatan yang mengakibatkan sang ayam mengikuti rotasi dan berpindah ke seberang jalan.

Nia Dinata: Pasti mau casting ‘30 Hari Mencari Ayam’ ya?

Desi Ratnasari: No comment!

Dhani Ahmad: Asal ayam itu mau poligami, saya rasa gak ada masalah mau nyebrang kemana juga…

Chinta Laura: Ayam nyebrang jhalaan..? karena gak ada owject…biecheeck. …

Julia Perez: Memangnya kenapa kalo ayam itu menyeberang jalan? Karena sang jantan ada di sana ! Daripada sang betina sendirian di seberang sini, yaaahhhh dia kesana laahh… Cape khan pake alat bantu terus?

Roy Marten: Ayam itu khan hanya binatang biasa, pasti bisa khilaf.. (sambil sesenggukan) .

Butet Kartaredjasa: Lha ya jelas untuk menghindari grebekan kamtib to?

Megawati: Ayamnya pasti ayam wong cilik. Dia jalan kaki toh?

Harmoko: Berdasarkan petunjuk presiden.

and the best answer is:

Gus Dur : ‘Kenapa ayam nyebrang jalan? Ngapain dipikirin? Gitu aja kok repot!

Ada yang punya jawaban laen?
Read more ...

Bosan Tingkat Kelurahan


Bosan. Bosan. Bosan.

Baru kemarin rasanya gue bangun pagi, bersiap untuk berlari keliling jalanan Jakarta. Terkadang daerah Rawamangun, terkadang sampai ke BKT, GBK atau Monas, setiap hari. Atau sekedar berlari-lari kecil di dalam stadion Bea dan Cukai, sambil melihat pemain Barito Putra yang sedang latihan. Bila penghujung minggu tiba, gue tetap bangun pagi dan menuju ke GBK, kadang dengan berlari kadang dengan busway. Disana gue berlatih Parkour hingga jam 12 siang.

Capek? Ya, tentu. Tapi itulah yang membuat gue bisa menikmati hari-hari yang terlampau 'kosong'. Kuliah, kosan, warteg, main PES, mandi, boker, tidur lagi.

Semua itu terjadi 5 bulan lalu. Sekarang gue udah lupa gimana rasanya berkeringat. Udah lupa derap jantung yang berlomba setelah berlari 21 kilometer. Udah gak inget lagi ngilunya seluruh badan sehabis pushup 200++ abis parkour.  

I got a disease. Ya, semua itu hilang dan gue cuma bisa mengenang masa-masa itu dalam ingatan. Sekarang gue gak tau bisa ngapain lagi!! Rasanya mau mengumpat, tapi gue tau itu bakal percuma, malah nambah dosa.

Kemarin sempat ke Pare. Gue selalu penasaran buat lari sampai ke Kediri, muter-muter ngalur ngidul sampai capek. Tapi itu gak pernah terjadi. Sampailah gue di Bandung, rumah gue baru aja pindah ke wilayah baru. Kembali timbul rasa penasaran buat keliling komplek ini, tapi urung dilaksanakan. I now my limit.

I just hope that You will give me one more chance to feel how it is to live the life You've granted God. Please, I beg You!
Read more ...

Saya Ingin Mereka Membaca Ini

Buruh Quartet

Setelah anda melihat gambar diatas, apa yang muncul dikepala anda

"Pait, item dan bikin melek"

Yak. Anda benar. Seperti itulah image yang tertanam bila kita melihat kopi. Tapi.. tunggu.. tunggu dulu.. bukan cangkir kopi yang saya maksud, tapi buku-buku tebal yang menumpuk! (terus kenapa dimasukin digambar had -_- #abaikan)

Still don't ring a bell?

Buku  itu adalah buku karya Pramoedya Ananta Toer. Masih gak tau siapa dia? Sayang sekali, salah satu penulis karya sastra terbaik anak bangsa Indonesia terlupakan oleh bangsanya sendiri. Memang tidak pantas men-judge ini seluruhnya kesalahan kita. Betapa tidak, semenjak sekolah dasar sampai tamat kuliahpun nama tersebut tidak pernah dicantumkan dalam pelajaran sejarah. Bahasa Indonesiapun tidak menyerempet sedikitpun tentang karya sastra ini. Pemerintah memang tidak menempatkan beliau sebagai salah satu pemeran dalam masa 'mencari jati diri' bangsa Indonesia. Hal yang sangat saya sesalkan.

Peran? Emangnya dia pahlawan kemerdekaan?

Dia bukanlah seseorang yang membawa bambu runcing dan menyusup kedalam camp militer Belanda. Juga bukan mereka yang berkumpul dirumah Laksamana Maeda ketika Soekarno Hatta dan golongan muda merampungkan proklamasinya. Tapi yang dia lakukan adalah menulis novel, cerita pendek, essay dan polemik sebelum-semasa-dan sesudah jaman kolonialisme Indonesia. Ya, cukup hanya menulis. Gambar yang pertama anda lihat diatas merupakan salah satu karyanya yang disebut "Buruh Quartet", karya yang berisi tentang tokoh imajiner Minke yang mengalami pahitnya kolonialisme oleh Belanda. Dengan sangat menarik Pramoedya membawa kita pada masa-masa itu tanpa menghilangkan esensi sejarah yang terkandung.

Buku sejarah yang kita kenal saat ini terlalu textbook. Kaku. Mengisahkan tentang penjajahan oleh Belanda, cultuur stelsel, dan penyiksaan lain bagai membaca koran. Tapi dengan karyanya Pramoedya dapat membawa kita turut serta merasakan suasana dimasa itu. Perbudakan, penyiksaan, ketidak-adilan terhadap kaum pribumi, dan persaingan perdagangan antar bangsa. Tahukah anda pentingnya organisasi dalam timbulnya kemerdekaan Indonesia dan bagaimana kesadaran itu lahir dari bangsa yang terbelakang ini? Taukah anda betapa primordialisme (kesukuan) bangsa kita saat itu membuat mudahnya Belanda menguasai nenek moyang?

Beruntunglah kita hidup dizaman hak asasi manusia dielu-elukan, padahal dizaman orde baru, sebagian karya Pramoedya Ananta Toer adalah buku yang dilarang disebar-luaskan pada masyarakat. Membaca buku ini merupakan hal yang dilarang untuk masyarakat, tapi banyak yang mencari-cari. Sedangkan disaat kita semua bebas membaca buku apapun, bahkan catatan sang Hitler tanpa kecuali, karya sastra besar ini ditinggalkan. Andai semua orang, tidak, sebagian saja, membaca buku ini bisa jadi akan timbul perubahan.

I really wanted to change people's mind by starting to read artwork like Pram' so they can respect their country more and stop doing stupid things like corrupting.
Read more ...

Be A Patrick Star (Stay Foolish, Stay Hungry)


Seharian penulis berkepo-ria blog-blog orang ketika tanpa sengaja membuka salah satu post yang mengangkat judul Stay Hungry, Stay Foolish. Judul yang menarik perhatian diantara post-post tentang ide-ide pribadi pemilik blog tersebut. Post ini sendiri di-publish pada pertengahan 2011, yang berarti kejadian ini terjadi sebelum (alm) Steve Jobs meninggal. Saya memilih untuk mencantumkannya di blog ini, semoga bermanfaat untuk penulis dan teman-teman sekalian. :) Let's check it out! 

Pidato Steve Job di Acara Wisuda Stanford University: “Stay Hungry, Stay Foolish”
Saya merasa bangga di tengah-tengah Anda sekarang, yang akan segera lulus dari salah satu universitas terbaik di dunia. Saya tidak pernah selesai kuliah. Sejujurnya, baru saat inilah saya merasakan suasana wisuda. Hari ini saya akan menyampaikan tiga cerita pengalaman hidup saya. Ya, tidak perlu banyak. Cukup tiga.


Cerita Pertama: Menghubungkan Titik-Titik

Saya drop out (DO) dari Reed College setelah semester pertama, namun saya tetap berkutat di situ sampai 18 bulan kemudian, sebelum betul-betul putus kuliah. Mengapa saya DO? Kisahnya dimulai sebelum saya lahir. Ibu kandung saya adalah mahasiswi belia yang hamil karena “kecelakaan” dan memberikan saya kepada seseorang untuk diadopsi. Dia bertekad bahwa saya harus diadopsi oleh keluarga sarjana, maka saya pun diperjanjikan untuk dipungut anak semenjak lahir oleh seorang pengacara dan istrinya.

Sialnya, begitu saya lahir, tiba-tiba mereka berubah pikiran karena ingin bayi perempuan. Maka orang tua saya sekarang, yang ada di daftar urut berikutnya, mendapatkan telepon larut malam dari seseorang: “kami punya bayi laki-laki yang batal dipungut; apakah Anda berminat? Mereka menjawab: “Tentu saja.” Ibu kandung saya lalu mengetahui bahwa ibu angkat saya tidak pernah lulus kuliah dan ayah angkat saya bahkan tidak tamat SMA. Dia menolak menandatangani perjanjian adopsi. Sikapnya baru melunak beberapa bulan kemudian, setelah orang tua saya berjanji akan menyekolahkan saya sampai perguruan tinggi.

Dan, 17 tahun kemudian saya betul-betul kuliah. Namun, dengan naifnya saya memilih universitas yang hampir sama mahalnya dengan Stanford, sehingga seluruh tabungan orang tua saya- yang hanya pegawai rendahan-habis untuk biaya kuliah. Setelah enam bulan, saya tidak melihat manfaatnya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan dalam hidup saya dan bagaimana kuliah akan membantu saya menemukannya. Saya sudah menghabiskan seluruh tabungan yang dikumpulkan orang tua saya seumur hidup mereka. Maka, saya pun memutuskan berhenti kuliah, yakin bahwa itu yang terbaik. Saat itu rasanya menakutkan, namun sekarang saya menganggapnya sebagai keputusan terbaik yang pernah saya ambil.

Begitu DO, saya langsung berhenti mengambil kelas wajib yang tidak saya minati dan mulai mengikuti perkuliahan yang saya sukai. Masa-masa itu tidak selalu menyenangkan. Saya tidak punya kamar kos sehingga nebeng tidur di lantai kamar teman-teman saya. Saya mengembalikan botol Coca-Cola agar dapat pengembalian 5 sen untuk membeli makanan. Saya berjalan 7 mil melintasi kota setiap Minggu malam untuk mendapat makanan enak di biara Hare Krishna. Saya menikmatinya. Dan banyak yang saya temui saat itu karena mengikuti rasa ingin tahu dan intuisi, ternyata kemudian sangat berharga.

Saya beri Anda satu contoh:

Reed College mungkin waktu itu adalah yang terbaik di AS dalam hal kaligrafi. Di seluruh penjuru kampus, setiap poster, label, dan petunjuk ditulis tangan dengan sangat indahnya. Karena sudah DO, saya tidak harus mengikuti perkuliahan normal. Saya memutuskan mengikuti kelas kaligrafi guna mempelajarinya. Saya belajar jenis-jenis huruf serif dan san serif, membuat variasi spasi antar kombinasi kata dan kiat membuat tipografi yang hebat. Semua itu merupakan kombinasi cita rasa keindahan, sejarah dan seni yang tidak dapat ditangkap melalui sains. Sangat menakjubkan. Saat itu sama sekali tidak terlihat manfaat kaligrafi bagi kehidupan saya.

Namun sepuluh tahun kemudian, ketika kami mendisain komputer Macintosh yang pertama, ilmu itu sangat bermanfaat. Mac adalah komputer pertama yang bertipografi cantik. Seandainya saya tidak DO dan mengambil kelas kaligrafi, Mac tidak akan memiliki sedemikian banyak huruf yang beragam bentuk dan proporsinya. Dan karena Windows menjiplak Mac, maka tidak ada PC yang seperti itu. Andaikata saya tidak DO, saya tidak berkesempatan mengambil kelas kaligrafi, dan PC tidak memiliki tipografi yang indah. Tentu saja, tidak mungkin merangkai cerita seperti itu sewaktu saya masih kuliah. Namun, sepuluh tahun kemudian segala sesuatunya menjadi gamblang.

Sekali lagi, Anda tidak akan dapat merangkai titik dengan melihat ke depan; Anda hanya bisa melakukannya dengan merenung ke belakang. Jadi, Anda harus percaya bahwa titik-titik Anda bagaimana pun akan terangkai di masa mendatang. Anda harus percaya dengan intuisi, takdir, jalan hidup, karma Anda, atau istilah apa pun lainnya. Pendekatan ini efektif dan membuat banyak perbedaan dalam kehidupan saya.

Cerita Kedua Saya: Cinta dan Kehilangan.

Saya beruntung karena tahu apa yang saya sukai sejak masih muda. Woz dan saya mengawali Apple di garasi orang tua saya ketika saya berumur 20 tahun. Kami bekerja keras dan dalam 10 tahun Apple berkembang dari hanya kami berdua menjadi perusahaan 2 milyar dolar dengan 4000 karyawan. Kami baru meluncurkan produk terbaik kami-Macintosh- satu tahun sebelumnya, dan saya baru menginjak usia 30. Dan saya dipecat.

Bagaimana mungkin Anda dipecat oleh perusahaan yang Anda dirikan? Yah, itulah yang terjadi. Seiring pertumbuhan Apple, kami merekrut orang yang saya pikir sangat berkompeten untuk menjalankan perusahaan bersama saya. Dalam satu tahun pertama,semua berjalan lancar. Namun, kemudian muncul perbedaan dalam visi kami mengenai masa depan dan kami sulit disatukan. Komisaris ternyata berpihak padanya. Demikianlah, di usia 30 saya tertendang. Beritanya ada di mana-mana. Apa yang menjadi fokus sepanjang masa dewasa saya, tiba-tiba sirna. Sungguh menyakitkan. Dalam beberapa bulan kemudian, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya merasa telah mengecewakan banyak wirausahawan generasi sebelumnya -saya gagal mengambil kesempatan. Saya bertemu dengan David Packard dan Bob Noyce dan meminta maaf atas keterpurukan saya. Saya menjadi tokoh publik yang gagal, dan bahkan berpikir untuk lari dari Silicon Valley.

Namun, sedikit demi sedikit semangat timbul kembali- saya masih menyukai pekerjaan saya. Apa yang terjadi di Apple sedikit pun tidak mengubah saya. Saya telah ditolak, namun saya tetap cinta. Maka, saya putuskan untuk mulai lagi dari awal. Waktu itu saya tidak melihatnya, namun belakangan baru saya sadari bahwa dipecat dari Apple adalah kejadian terbaik yang menimpa saya. Beban berat sebagai orang sukses tergantikan oleh keleluasaan sebagai pemula, segala sesuatunya lebih tidak jelas. Hal itu mengantarkan saya pada periode paling kreatif dalam hidup saya.

Dalam lima tahun berikutnya, saya mendirikan perusahaan bernama NeXT, lalu Pixar, dan jatuh cinta dengan wanita istimewa yang kemudian menjadi istri saya. Pixar bertumbuh menjadi perusahaan yang menciptakan film animasi komputer pertama, Toy Story, dan sekarang merupakan studio animasi paling sukses di dunia. Melalui rangkaian peristiwa yang menakjubkan, Apple membeli NeXT, dan saya kembali lagi ke Apple, dan teknologi yang kami kembangkan di NeXT menjadi jantung bagi kebangkitan kembali Apple. Dan, Laurene dan saya memiliki keluarga yang luar biasa. Saya yakin takdir di atas tidak terjadi bila saya tidak dipecat dari Apple.

Obatnya memang pahit, namun sebagai pasien saya memerlukannya. Kadangkala kehidupan menimpakan batu ke kepala Anda. Jangan kehilangan kepercayaan. Saya yakin bahwa satu-satunya yang membuat saya terus berusaha adalah karena saya menyukai apa yang saya lakukan. Anda harus menemukan apa yang Anda sukai. Itu berlaku baik untuk pekerjaan maupun pasangan hidup Anda. Pekerjaan Anda akan menghabiskan sebagian besar hidup Anda, dan kepuasan sejati hanya dapat diraih dengan mengerjakan sesuatu yang hebat. Dan Anda hanya bisa hebat bila mengerjakan apa yang Anda sukai. Bila Anda belum menemukannya, teruslah mencari. Jangan menyerah. Hati Anda akan mengatakan bila Anda telah menemukannya. Sebagaimana halnya dengan hubungan hebatlainnya, semakin lama-semakin mesra Anda dengannya. Jadi, teruslah mencari sampai ketemu. Jangan berhenti.

Cerita Ketiga Saya: Kematian

Ketika saya berumur 17, saya membaca ungkapan yang kurang lebih berbunyi:

“Bila kamu menjalani hidup seolah-olah hari itu adalah hari terakhirmu, maka suatu hari kamu akan benar.” Ungkapan itu membekas dalam diri saya, dan semenjak saat itu, selama 33 tahun terakhir, saya selalu melihat ke cermin setiap pagi dan bertanya kepada diri sendiri: “Bila ini adalah hari terakhir saya, apakah saya tetap melakukan apa yang akan saya lakukan hari ini?” Bila jawabannya selalu “tidak” dalam beberapa hari berturut-turut, saya tahu saya harus berubah. Mengingat bahwa saya akan segera mati adalah kiat penting yang saya temukan untuk membantu membuat keputusan besar. Karena hampir segala sesuatu-semua harapan eksternal, kebanggaan, takut malu atau gagal-tidak lagi bermanfaat saat menghadapi kematian. Hanya yang hakiki yang tetap ada. Mengingat kematian adalah cara terbaik yang saya tahu untuk menghindari jebakan berpikir bahwa Anda akan kehilangan sesuatu. Anda tidak memiliki apa-apa. Sama sekali tidak ada alasan untuk tidak mengikuti kata hati Anda.

Sekitar setahun yang lalu saya didiagnosis mengidap kanker. Saya menjalani scan pukul 7:30 pagi dan hasilnya jelas menunjukkan saya memiliki tumor pankreas. Saya bahkan tidak tahu apa itu pankreas. Para dokter mengatakan kepada saya bahwa hampir pasti jenisnya adalah yang tidak dapat diobati. Harapan hidup saya tidak lebih dari 3-6 bulan. Dokter menyarankan saya pulang ke rumah dan membereskan segala sesuatunya, yang merupakan sinyal dokter agar saya bersiap mati. Artinya, Anda harus menyampaikan kepada anak Anda dalam beberapa menit segala hal yang Anda rencanakan dalam sepuluh tahun mendatang. Artinya, memastikan bahwa segalanya diatur agar mudah bagi keluarga Anda. Artinya, Anda harus mengucapkan selamat tinggal.

Sepanjang hari itu saya menjalani hidup berdasarkan diagnosis tersebut. Malam harinya, mereka memasukkan endoskopi ke tenggorokan, lalu ke perut dan lambung,memasukkan jarum ke pankreas saya dan mengambil beberapa sel tumor.

Saya dibius, namun istri saya, yang ada di sana, mengatakan bahwa ketika melihat selnya di bawah mikroskop, para dokter menangis mengetahui bahwa jenisnya adalah kanker pankreas yang sangat jarang, namun bisa diatasi dengan operasi. Saya dioperasi dan sehat sampai sekarang. Itu adalah rekor terdekat saya dengan kematian dan berharap terus begitu hingga beberapa dekade lagi.

Setelah melalui pengalaman tersebut, sekarang saya bisa katakan dengan yakin kepada Anda bahwa menurut konsep pikiran, kematian adalah hal yang berguna: Tidak ada orang yang ingin mati. Bahkan orang yang ingin masuk surga pun tidak ingin mati dulu untuk mencapainya. Namun, kematian pasti menghampiri kita. Tidak ada yang bisa mengelak. Dan, memang harus demikian, karena kematian adalah buah terbaik dari kehidupan. Kematian membuat hidup berputar. Dengannya maka yang tua menyingkir untuk digantikan yang muda. Maaf bila terlalu dramatis menyampaikannya, namun memang begitu.

Waktu Anda terbatas, jadi jangan sia-siakan dengan menjalani hidup orang lain (Our time is limited, so don’t waste time living someone else’s life). Jangan terperangkap dengan dogma-yaitu hidup bersandar pada hasil pemikiran orang lain. Jangan biarkan omongan orang menulikan Anda sehingga tidak mendengar kata hati Anda. Dan yang terpenting, miliki keberanian untuk mengikuti kata hati dan intuisi Anda, maka Anda pun akan sampai pada apa yang Anda inginkan. Semua hal lainnya hanya nomor dua.

Ketika saya masih muda, ada satu penerbitan hebat yang bernama “The Whole Earth Catalog”, yang menjadi salah satu buku pintar generasi saya. Buku itu diciptakan oleh seorang bernama Stewart Brand yang tinggal tidak jauh dari sini di Menlo Park, dan dia membuatnya sedemikian menarik dengan sentuhan puitisnya. Waktu itu akhir 1960-an, sebelum era komputer dan desktop publishing, jadi semuanya dibuat dengan mesin tik, gunting, dan kamera polaroid. Mungkin seperti Google dalam bentuk kertas, 35 tahun sebelum kelahiran Google: isinya padat dengan tips-tips ideal dan ungkapan-ungkapan hebat.

Stewart dan timnya sempat menerbitkan beberapa edisi “The Whole Earth Catalog”, dan ketika mencapai titik ajalnya, mereka membuat edisi terakhir. Saat itu pertengahan 1970-an dan saya masih seusia Anda. Di sampul belakang edisi terakhir itu ada satu foto jalan pedesaan di pagi hari, jenis yang mungkin Anda lalui jika suka bertualang. Di bawahnya ada kata-kata: “Stay Hungry. Stay Foolish.” (Jangan Pernah Puas. SelaluMerasa Bodoh). Itulah pesan perpisahan yang dibubuhi tanda tangan mereka. Stay Hungry. Stay Foolish. Saya selalu mengharapkan diri saya begitu. Dan sekarang, karena Anda akan lulus untuk memulai kehidupan baru, saya harapkan Anda juga begitu. Stay Hungry. Stay Foolish


Sumber: Susan Krisanti
Read more ...

Puisi Soe Hok Gie 1973


ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke mekkah.
ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di miraza.
tapi aku ingin habiskan waktuku di sisimu sayangku.
bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu.
atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah mendala wangi.

ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di Danang.
ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra.
tapi aku ingin mati di sisimu sayangku.
setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya.
tentang tujuan hidup yang tak satu setanpun tahu.

mari, sini sayangku.
kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku.
tegakklah ke langit atau awan mendung.
kita tak pernah menanamkan apa-apa,
kita takkan pernah kehilangan apa-apa

Harian Sinar Harapan 18 Agustus 1973
Read more ...

Sriwijaya FC [1]: Sang Jawara Dari Pulau Seberang

Logo SFC ki-ka: Unyu Fansmade>2005-2008>2008-sekarang
 Tulisan ini ditulis pada sore hari yang sejuk di salah satu rumah di Cibaduyut dengan iringan suara tukang putu yang sedang membuat putu untuk ibu-ibu muda di samping rumah. Ada sebuah syal yang terpaku di tengah-tengah ruangan, berwarna kuning luntur dengan tiga buah garis hijau di setiap unjungnya. Apakah itu? Itulah syal tim sepakbola kebanggaan Sumatera Selatan, Sriwijaya FC Palembang.


Sri Wijaya=Kejayaan Yang Bersinar (Bahasa Sansekerta)
Squad utama Sriwijaya FC 2007: the strongest team of  Indonesia back in 2007

Sriwijaya FC Palembang merupakan tim sepakbola yang mengharumkan nama Palembang di kancah nasional. Dengan permainannya yang agresif, berpola dan tajam, gak sedikit tim sepakbola di Indonesia selalu waspada dan berhati-hati setiap kali berhadapan dengan tim ini. Timbul pertanyaan menggelitik di dalam benak saya. Naha aing bisa resep ka klub ieu? Tiba-tiba kepala saya melakukan apa yang dikenal dengan playback ke masa sekolah (penulis pernah sekolah).

Kembali ke zaman keemasan Sriwijaya FC dengan tridente mematikan Keith Gumbs, Obiora dan Zah Rahan yang mengantarkan tim ini pada trophy Piala Indonesia. Waktu itu penulis junior sudah di Bandung dan jarang sekali mendengar informasi terkait kampung halaman. Penulis masuk ke sekolah (masa iya ke pasar) layaknya murid pada umumnya ketika salah satu teman memulai pembicaraan tentang Palembang-palembangan. Sontak penulis kepo, dan dari sanalah mulai mengenal tim ini. Berdasarkan info dari teman akan ada partai final Liga Indonesia antara Sriwijaya FC Palembang vs PSMS Medan.

Esoknya, tak dinyana satu persatu keluarga turut menonton di layar televisi, mungkin tertarik saat komentator berteriak "palembang...wong kito galo..pempek", (maklum perantau, haus informasi tentang kampung) tapi mungkin juga karena tivi yang satu lagi sedang rusak. Whatsoever, pertandingan All Sumatran Final sendiri baru kali ini dan jauh diluar ekspektasi pengamat sepakbola, mengingat final seringkali diantara tim asal tanah jawa.

Perang strategi antar pelatih berkibar dan bermuara pada keunggulan Sriwijaya FC di menit ke-15 oleh Obiora sebelum disamakan oleh Koko Crunch Lomell menit ke-69. Seringkali terlihat barisan pertahanan direpotkan oleh PSMS, hingga tiba perpanjangan waktu 2x15 menit. Sriwijaya FC menciptakan gol lagi, kali ini lewat sundulan Gumbs. Mungkin karena mengejar ketertinggalan, Markus Horison yang bermain cemerlang malah maju ke mulut gawang saat tendangan bebas. Bola memantul dan diakhiri oleh tendangan jarak jauh oleh Zah Rahan Krangar kearah gawang yang menutup puncak perayaan sepakbola pada saat itu. SFC 3-1 PSMS.

Sriwijaya FC mencetak rekor baru sebagai tim sumatera pertama yang merebut Liga Indonesia dan tim Indonesia pertama yang mengawinkan 2 piala. Suatu hal yang baru di persepakbolaan Indonesia.

It's All About Achievement
Inter Island Cup thropy

Walau merupakan tim termuda di ISL (10 tahun) Sriwijaya FC telah berhasil mengharumkan nama Palembang di kanca nasional dan internasional. Semua tropi dari semua kompetisi bergengsi Indonesia sudah berada di Bumi Sriwijaya, termasuk piala ISL U-21 yang menutup kompetisi tahun lalu. Di era modern, catatan ini bahkan melebihi prestasi Persipura dan Arema sekalipun. Berikut piala-piala yang berhasil diborong Sriwijaya FC semenjak lahir pada 2004:

2004
-

2005
-

2006
-

2007
Juara Liga Indonesia
Juara Piala Indonesia
(Masuk rekor MURI, satu-satunya tim juara double winner hingga kini)

2008/2009
Juara Piala Indonesia

2009/2010
Juara Piala Indonesia

2010/2011
Juara Inter-Island Cup
Juara Community Shield

2011/2012
Juara Liga Super Indonesia
Juara Perang Bintang
 
2012/2013
Juara Liga Super Indonesia U-21
Juara Inter-Island Cup
(Piala ISL U-21 menutup daftar piala yang belum SFC kuasai di Indonesia)

Read more ...

Pengalaman di Kelas Public Speaking Daffodils [2]


Huwala Humba! Hi folks, whatca' doin'? I hope you are in a good shape today. Sooo.. this time i'm gonna tell you (more) about my self-experience in a small village Pare, or widely known as Kampung Inggris (eng: England Village). You might want to read the original version of this article at Daffodils Public Speaking: Generations 69 (bahasa indonesia)

I'm accustomed to having a long trip far from hometown. In elementary school, my father took me into the city, to see a marching band from Palembang city of Sumatra island to Bandung city, west of Java island and we live in Parisj van Java city for about 10 years. I also continue my study away to Jakarta, the capital city of Indonesia. Homesick is nothing for me. But taking a journey to Java was my first experience ever which is unforgettable, not to mention the experience in this small village of Pare, Kediri Regency of East Java.

Just Give Me a Reason
This experience took place in my second month in Pare. Do you know, back to the time when I was in my hometown Bandung I've only planned to staying in Pare for a month. Why? Because my primary reason of taking hundreds miles away from home is merely to get away from the boredom of monotonous activities due to the college graduation after-effect. These most unproductive days currently happening to all fresh-graduate of Sekolah Tinggi *sensor* Negara (State College of *sensor*) regardless of major, for a single cause: uncertainty of placement time. My college is widely popular among the students as the College of Rumour. Some said it will take place in March, where usually the placement is, while another said in October next year, just like our senior. One thing for certain, no one whatsoever has any clue as to when will it take place.

Well, all the things went well according to the plan. In my final week, after the tiring final test of English Debate Class, I went to the supermarket trying to bought my train ticket and asked the cashier. Only to received an unexpected responds: "Sorry, but all the seat is taken". I was just standing. I knew that I have another option to go home by buying ticket to Jakarta and take a bus to Bandung. So I replied "Is there any train to Jakarta on the same day?".  As she started rubbing the keyboard with her bare hand she said "Please wait a sec, sir". I was hoping for a chance.

The customer next to me has already been gone when the cashier said "Nah sir, we got no seat either". I stared to her eyes, my mind shout: "Holy cow!". I was disappointed. Full of despair, I went away from the supermarket. Come to think of it, I've been warned by my friends before but I was too busy mending broken pieces of the life I had before my performance in all the final test i took. It left me to no other option. I had to endure my departure for another month. With the lost of almost 90% of Mr. Bob' camp one friends, it felt horrible and lonesome. But after all the things that had happened, I thank God coz I felt like it was actually a present in disguise.

Which it is.

Why?

Daffodils Public Speaking: Generations 69
Due to the lost of Mr. Bob camp' compatriots (Baral, Delon, Dharma, Irvan, Riyan, Ryan, Dio, Je and Hanif are all gone) and the camp itself was already been booked by little punks (junior high school students), my friend Eddy and I chose a new boarding room. Am*rt* was our destination, a good point to start over from zero.

Only after that we realize this village also have some wide, clean and cozy boarding rooms. In fact it was better than my own room back in my home! A small cure for my mind after the ticket-make-me-f#cking-down case. It was surrounded by corn field, 100 meters from legendary hang-out place Ketan Susu, a bird-view Pare's panorama on the third floors, and right in the front of our boarding house, lies one of the famous & oldest course in Pare: Daffodils, where my unexpected experience begun.

The brand new days started with the competition of Daffodils' public speaking seat. 17 seats would be fought by 24 candidates. This was the first time i felt the aura of "competition" on the air, which resulting in my trembling hands and cold sweat all over my body. Not only i was lack of competition experience, but also because these candidates were the people I've never ever seen before in my previous programs. Most, or if I might say, all of them got vast amount of skills.

Good pronouns, well gestures, wide-range of vocabularies, wonderful topic development and extraordinary fluency in english. A real nightmare for a man with some caliber like me. In the end, I was able too book myself a seat. I got skills? Nope, more like a good luck for me. A very good one indeed. All of the survivor got titled generations 69, a fancy number (or taboo, depend on how people thinks -_-'). I myself thought it was a good number, make me remember of the Yin and Yang, a chinese proverb which I personally translate it as: in this life, there is nothing absolute.

After some meeting in Daffodils' public speaking classes, I started to realize something. I -without know it- has been made myself a self cocoon, which protect me from the outside world, make me feel safe and secure by looking at my superiority over myself. Maybe since I arrived here... no, I guess since I planned the program back in Bandung city. I always chose the program that I already master. I'm not taking any slightest moment to rethought any program that seems challenging. Meanwhile, the reason for us to learn is to know what we don't now, right? To overcome our emptiness with the fruit of knowledge. To enlighten the darkness in mind. Only after I entered Daffodils I saw many great people far surpass me. The people who maybe never made a self cocoon to themself. And always ready for a new challenge, even if the challenge is something that they never knew before.

I could give you many example of great person in here, Josept, the Indonesia Tourism Ambassador or Afit the teacher who take part in Indonesia Mengajar program But the one who took my spotlight was Mrs. Indah, the tutor in public speaking, a very astonishing lady, above all the others. She gave me great amount of motivation to keep on learning even thought we already learn much. And the most interesting thing was, she take part in the Toastmaster International, a community -which I know it later- of people around the world who mastering the art of public speaking.

And she was not the only one in that class with that kind of great experience. ALL of them were. What did you feel if people with that caliber surround you, learn with you and even -for Mrs. Indah- teach you their knowledge? I felt great, yeah ofcourse! Yet, I felt wasted. I'm asking myself, why I'm not went here in the first place? Why was I already happy in my own cocoon when, compared to these people, I was just a pinch of penny?

This kind of consciousness brought me to a new kind of approach of what kind of program should I take in my remaining time in Pare... After some thought, the program I chose as the next step was...

Global English.

Which made me even more deep in despair.

Why?

*dark screen comes up*
*credit line* :D

(to be continued...kalau gak males)
Read more ...
Designed By