Post Terbaru

Hakikat Hidup

Hadist dhaif yang menyimpulkan tulisan ini

Dalam beberapa tahun terakhir saya sering membayangkan betapa kecilnya diri saya. Bukan, ini bukan perasaan rendah diri atau apapun (walaupun efeknya begitu), tapi hal lain. Saya melihat diri sebagai satu dari 7 milliar manusia dibumi ini, yang kebetulan hidup di era 2000-an dari +-6000 tahun sejarah manusia:

Sangat kecil, sangat rapuh.

Jikalau saya mati sekarang, takkan ada arti apa-apa bagi sisa 6,999 milliar lainnya. Mungkin hanya keluarga dan beberapa karibku saja yang meratapi jasadku. Dan bersenandung betapa mereka menyayangkan begitu cepat kepergianku.

Kemudian namaku akan terucap dalam do'a; di kantor saat rekan kerja menerima kabar duka itu, atau saat keluarga dan anak cucuku berziarah ke makam. Tapi selama apa hal itu akan terus berlanjut? 50 tahun dari sekarang, akankah masih ada yang memanggil namaku, dan mendoakanku?

Satu abad dari sekarang semua yang pernah kukenal pun akan masuk di tempat yang sama denganku. Ya, kaupun akan masuk ke dalam sini kawan, kau yang bersenda gurau denganku dulu. Atau kau yang memusuhiku saat aku berhasil. Hanya kau akan lebih tua dariku, mungkin umur 30, 40 atau 70 tahun. Kemudian? Peristiwa yang sama akan kau hadapi, dan satu abad kemudian namamu terlupa oleh dunia.

"Kau berfikir terlalu jauh kawan, terlalu jauh." sautmu. Tapi apakah kau tidak pernah membandingkan ketika nabi Muhammad saw hidup dulu. Tak terpikirkah olehmu para Quraisy pun bersaut yang sama persis denganmu?

Kita sudah terpisah 1400 tahun lamanya dengan masa itu. Masa ini tak pernah terbayang bahkan oleh pikiran terliar mereka. Selama itupun milliaran orang hidup, untuk kemudian mati. Sekarang, dimana mereka semua? Tanah, kawan. Dan nama mereka jauh-jauh hari sudah terlupa, seakan tak pernah hidup di dunia.

Aku, dan kaupun akan bernasib sama.

Yang membedakan adalah aku tak mau mati begitu saja, terlupakan oleh dunia. Banyak nama yang harum namanya setelah ia meninggal. Filsuf-filsuf Yunani, Nietzche, Soekarno, Thomas Alfa Edison, Ibn Battuta. Daftar tersebut akan terus memanjang, dan aku selalu berharap namaku masuk di dalamnya. Caranya? Sederhana. Lihatlah kesamaan mereka: semua berkontribusi pada 'kemanusiaan'. Memanusiakan manusia.

Dengan masa hidup yang singkat ini waktu sangat berharga bagiku. Makanya saya akan memanfaatkan setiap masa hidupku sebaik-baiknya;

Mumpung masih kuat, push-up dan larikan badan ini sebanyak-banyaknya, nanti ketika tua baru membaca koran sambil meneguk kopi hangat di pagi hari.

Mumpung masih muda, pergilah ke setiap tempat dan negara yang ingin dikunjungi, nantinya ketika saya hanya bisa meregang nyawa diatas kasur sembari melihat jendela saja, saya bisa membayangkan tempat-tempat itu dalam mimpi.

Mumpung masih bebas, kejarlah cita-citamu, karena kamu hidup hanya sekali. Jangan hidup berdasarkan ekspektasi orang lain, atau nantinya ketika tua kau akan menyesali masa mudamu.

Dan yang paling ultimate, mumpung masih hidup, sholatlah, sebelum nantinya kau akan disholatkan. :)




***



Penutup, sebuah quote dari satu dari dua manusia bijak idola saya, nabi Muhammad saw (lainnya Siddharta Gautama).

Dari Ibnu Umar radhiallohu ‘anhuma beliau berkata:
“Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang kedua pundakku seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir”. Ibnu Umar berkata: “Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati” (HR. Bukhori)




M. Hady Gunawan, 2 July 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By